Senin, 22 Juni 2015

Rendah Hati (Tawadl'u)


~* Belajar tawadhu' (Rendah Hati) dari petikan al-hikam syekh ibnu athoillah *~

بسم الله الرحمٰن الرحيم

Hari demi hari, seiring berjalannya waktu, tubuh ini semakin bertambah bobotnya, tulang-tulang pun bertambah kuat, hingga tumbuh menjadi seorang dewasa, mampu berkarya dan menjadi generasi penerus bangsa. Namun, kita tak boleh lupa, semua yang terjadi dalam diri dan hidup kita adalah atas izin dan kehendakNya. Kita bisa menjadi orang yang berpendidikan dan sukses atas Pertolongan, Rahmat dan Kasih Sayang Allah SWT. Dan kita tak akan pernah bisa melakukan semua hal sekecil apapun itu tanpa PertolonganNYA. Lalu apa yang bisa kita banggakan dari diri yang lemah dan tak berdaya ini…??

Andaikata kita bisa benar-benar bisa menempatkan diri ini secara tepat dalam hidup, niscaya hidup akan terasa ringan, indah dan barokah. Sayangnya, kadang tak ada waktu untuk mengenal diri, sehingga kita merasa lebih dari kenyataan atau lebih rendah dari karunia Allah SWT.
Dalam Kajian kitab Al Hikam di sebutkan :

ادفن وجودك في ارض الخمول فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتائجه

“Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tapi tidak di tanam, maka tidak sempurna hasil buahnya”

Rasulullah SAW Bersabda :

من تواضع رفعه الله ومن تكبر وضعه الله

”Barang siapa yang merendahkan diri (Tawadlu’) maka Allah akan mengangkat derajatnya dan barang siapa takabbur (sombong) maka Allah akan merendahkannya”

Sahabat fillah… Akar yang menghujam ke dalam tanah, membuat pohon kian kuat. Tapi, pohon yang akarnya jauh dari tanah, jika di siram air, pohon akan rontok.  Semakin dalam pohon itu menghujam ke dalam tanah, maka semakin kokoh pula pohon itu, meskipun angin dan hujan menerpanya maka tidak akan goyah.dan tampaknya orang-orang yang benar-benar menikmati buah hidup dari amal adalah orang-orang yang tawadlu’ (rendah hati) :)

Ikhwah fillah.... Banyak beramal tidak berarti langsung selamat, banyak sekali tipu daya dan cobaan yang menghadangnya, diantaranya ;

Tipu daya sebelum beramal yaitu enggan untuk beramal, niat yang salah, ingin di puji amal kebaikannya dll.
Tipu daya saat beramal yaitu enggan menyempurnakan amalnya, ingin tidak tuntas dll.
Tipu daya setelah beramal yaitu menjadi ujub (bangga diri merasa paling beramal dll.
Sungguh semua ini benar-benar butuh perjuangan.  Syekh Ibnu Athaillah menganjurkan untuk tawadlu’. Tanam di dalam bumi, rendahkan hati agar sempurna amalnya.

Jika ingin mengenal dan belajar untuk tawadlu’, ada beberapa rahasia yang perlu diketahui, diantaranya :

1. Kita harus selalu sadar, bahwa yang membuat kita beramal bukanlah kita tapi taufiq Allah SWT. Misalnya, dalam hal shodaqoh.., uangnya dari mana? dari Allah, kemudian atas izin Allah datanglah seorang pengemis atau seorang miskin yang sangat membutuhkan pertolongan Allah lewat HambaNya, dan kemudian diberilah uang itu pada orang yang membutuhkannya, kita harus ingat bahwa skenario ini sudah di atur oleh Allah. tanpa pertolonganNya, kita tak akan bisa beramal sekecil apapun itu. Jadi jangan di ingat-ingat  amal baik kita. Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adziim.

Syekh Ibrohim bin Adham ra. seorang ahli hikmah berkata;

ما صدق الله من احب الشهرة

” Tidak benar-benar bertujuan kepada Allah, siapa yang ingin masyhur atau terkenal.

Syekh Ayyub Asyakhtiyani ra berkata :

واللهِ ما صدق الله عبد الا سره أن لا يشعر بمكانه

Demi Allah, tiada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlash kepada Allah melainkan ia merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan dirinya.

Jika kita merasa beramal itu adalah ciri-ciri kurang ikhlash, apalagi merasa ikhlash. Orang yang merasa ikhlash dan ingin diketahui keikhlashannya berarti belum ikhlash,  karena ia masih butuh orang lain untuk mengetahui keikhlashannya, dia senang di ketahui bahwa dia ikhlash, itu berarti dia belum benar-benar ikhlash. Ikhlash itu seperti surat Al Ikhlash yaitu tidak ada kata Ikhlash di dalam surat itu.

2. Lupakan siapa diri kita. misalnya kita seorang sarjana, maka jangan di ingat sarjana kita, kalau kita ingat-ingat, maka nanti bisa menimbulkan keinginan agar orang-orang mengetahui kesarjanaan kita. Dimata Allah bukan sarjana yang penting, tapi amal yang ikhlash. Meskipun sudah banyak bershodaqoh, lupakan saja, kalau di ingat-ingat nanti kita jadi butuh di akui dan disebut-sebut. jika  seorang pemimpin, maka jangan jangan sebut-sebut kepemimpinannya, begitu juga dengan ustadz/ustadzah, tak usah disebut, karena itu bisa merusak amal. Makin kita mengingat otoritas  kedudukan kita, amal kita, maka kita akan semakin butuh di akui oleh makhluk dan semakin tidak ikhlash. Kalaupun mau ingat, maka ingatlah dosa-dosa kita, dosa mata, telinga, lisan dan lain sebagainya. Katakan pada diri sendiri :”  Saya ini banyak dosa, kalau ngomong di tambah-tambah, bicara jarang ada yang benar, kadang dalam menyampaikan sesuatu pun bnyak yang belum ikhlash, ingin di anggap lebih bla.. bla .. bla. ” teruslah ingatkan diri akan dosa yang pernah di lakukan.

Makin tahu siapa diri kita, maka pujian orang pun tak akan membuat kita bahagia, karena tidak cocok dengan kenyataannya. begitu pula dengan penghinaan terhadap kita, tidak akan membuat kita terluka, sebab penghinaan itu biasanya (maaf) lebih bagus dari kehinaan kita yang sebenarnya. Maka latih terus diri ini untuk tawadlu’ (Rendah hati).

3. Tidak melihat orang lain lebih rendah dari diri kita. Setiap kita melihat orang lain, carilah titik kelebihannya. Lihat anak-anak, mereka lebih bersih dan lebih sedikit dosanya daripada kita. Lihat orang yang sedang  belajar membaca Alqur`an, Subhanallah mereka membacanya dengan penuh hati-hati, setiap hurufnya di ucapkan dengan keikhlashan dan rasa malu kepada Allah. Lihat orang yang lebih tua, mereka lebih banyak melakukan amal daripada kita. Lihat  Ibu, Tetesan darahlah yang akan mengangkat derajatnya, walaupun amalnya terbatas. Lihat orang bermaksiat, siapa tau setelah ini dia bertaubat dan menjadi hamba Allah yang terbaik karena taubatan nashuha. Lihat dan lihatlah kebaikan orang lain.

Kalau sudah terbiasa melihat kebaikan orang lain, senang dengan kelebihannya, kita hargai dan kita hormati, insyaAllah akan semakin  jauh dari kesombongan dan makin dekat dengan keteguhan dan kesempurnaan amal-amal kita. Makin kita senang melihat kelebihan orang, jasa orang, senang menghormati orang lain, InsyaAllah makin tawadlu’.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah puncak kemuliaan/ kedudukan, seorang nabi terakhir dan pemimpin negara,  tapi beliau adalah seorang yang sangat rendah hati, menyapa dengan ramah dan lembut pada siapapun serta penuh dengan rasa hormat. Tiada seorangpun yang menatapnya tanpa senyum di wajahnya, tidak membeda-bedakan tamu baik kaya ataupun miskin, beliau berjalan dengan suka cita untuk memenuhi undangan walaupun hanya sekedar dari hamba sahaya, tidak bangga dan tidak minder, dan masih banyak lagi sikap Nabi Muhammad yang menunjukkan rasa Tawadlu’nya.

Tidak ada jalan bagi kesombongan untuk jadi mulia. kerena ketinggian dan kemuliaan hanyalah milik orang-orang yang tawadlu’ (Rendah hati).

“Duhai yang Maha Mendengar, Ampunilah jika selama ini kami termasuk amat sombong dalam pandanganMU, ampuni jikalau kami sering membesar-besarkan diri kami dan meremahkan KeagunganMU, ampuni jika kami sering mendustakan kebenaranMU, ampuni jika kami meremehkan agamaMU. Ya Allah.. ampuni jika kami ENGKAU saksikan enggan menerima nasihat, Ya Allah ampuni segala ketakabburan kami, ampuni jika kami sering meremehkan orang-orang yang berkedudukan di sisiMU,  ampuni jika kami sering merendahkan kaum dhuafa,… Yaa Rabb.., ampuni jika kami sering mencela dan menghina para ulama’, ampuni segala ujub yang ada di hati kami, Wahai Engkau yang maha Tau, gantikan segala kesombongan kami dengan ketawadlu’an, jangan biarkan kami makhluk sombong yang suka bermegah-megahan dan  pamer kemewahan, golongkan kami jadi oran yang nikmat , qona’ah dan bersahaja, jauhkan kami dari sifat Riya’, pamer amal kebaikan, berikan kami kenikmatan untuk menjadi orang yang  berhati tulus dan ikhlash, jauhkan kami dari perbuatan dzalim pada siapapun, sekesil apapun, cegahlah kami dari perbuatan maksiat. Kami tak ingin gagal dalam hidup ini, kami tidak mau jadi ahli neraka, kami ingin berjumpa dengan RasulMU, Yaa Allah…. kapanpun hidup kami berakhir, beri kesempatan pada kami untuk memperbaiki diri, beri kesempatan kami untuk berbekal pulang,, jangan biarkan kehidupan dunia ini menipu kami, Yaa Allah .. hujamkan di hati kami kerinduan KepadaMU, jadikan hari-hari penuh penantian, agar kami dapat mempersembahkan yang terbaik UntukMU dari hidup ini. Allahumma inna nas alukar ridlo wal jannah, wa na’uudzubika min sakhotika wannaar, Allahumma inna nas aluka bi husnil khaatimah… Aamiin yaa Rabbal ‘alamiin.

Sekian dulu tulisan saya kali ini, semoga Allah menjauhkan kita semua dari kesombongan dan memudahkan segala perkara kita untuk menjadi hamba yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Jika ada kesalahan mohon di ingatkan, Semoga bermanfaat. :)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar