Kamis, 07 Agustus 2014

Hukum orang mengangkat dirinya sebagai imam (kholifah) kaum muslimin tanpa musyawarah



Tidak boleh bagi seorang pun untuk mengangkat dirinya sendiri sebagai imam (khalifah) bagi kaum muslimin, juga tidak boleh bagi orang lain untuk mengangkatseorang pun sebagai imam (khalifah) kaum muslimin tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin. Barangsiapa melakukan hal itu maka Umar Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu telah memutuskan hukuman mati bagi orang tersebut dan orang yang mengangkatnya sebagai imam kaum muslimin, meskipun orang yang diangkat sebagai imam tersebut memiliki kemuliaan yang setara dengan generasi sahabat.

Umar radhiyallahu ‘anhu telah menyampaikan dalam khutbah terakhirnya —sebagaimana dalam Shahih Bukhari dan lainnya— ketika sampai berita kepadanya bahwa seseorang mengatakan: “Seandainya Umar telah mati, maka aku akan membai’at fulan. Demi Allah, bai’at Abu Bakar tidak lain hanyalah sesaat kemudian terjadi bai’at.”

Maka Umar radhiyallahu ‘anhu marah dan berkata:

إِنِّي إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَقَائِمٌ العَشِيَّةَ فِي النَّاسِ، فَمُحَذِّرُهُمْ هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَغْصِبُوهُمْ أُمُورَهُمْ

“Aku, insya Allah, akan berdiri di hadapan manusia pada sore nanti untuk memperingatkan mereka dari orang-orang yang hendak merampas urusan mereka (hak memilih pemimpin).”

Kemudian di akhir khutbahnya, Umar berkata:

ثُمَّ إِنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّ قَائِلًا مِنْكُمْ يَقُولُ: وَاللَّهِ لَوْ قَدْ مَاتَ عُمَرُ بَايَعْتُ فُلاَنًا، فَلاَ يَغْتَرَّنَّ امْرُؤٌ أَنْ يَقُولَ: إِنَّمَا كَانَتْ بَيْعَةُ أَبِي بَكْرٍ فَلْتَةً وَتَمَّتْ، أَلاَ وَإِنَّهَا قَدْ كَانَتْ كَذَلِكَ، وَلَكِنَّ اللَّهَ وَقَى شَرَّهَا، وَلَيْسَ مِنْكُمْ مَنْ تُقْطَعُ الأَعْنَاقُ إِلَيْهِ مِثْلُ أَبِي بَكْرٍ، مَنْ بَايَعَ رَجُلًا عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنَ المُسْلِمِينَ فَلاَ يُبَايَعُ هُوَ وَلاَ الَّذِي بَايَعَهُ، تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ،

Sesungguhnya telah sampai kepadaku berita bahwa salah seorang diantara kalian mengatakan: ‘Demi Allah, seandainya Umar telah mati, maka aku akan membai’at fulan’. Janganlah sekali-kali seseorang terpedaya sehingga ia mengatakan: ‘Bai’at Abu Bakar tidak lain hanyalah sesaat kemudian terjadi bai’at’.Ketahuilah, memang begitulah yang telah terjadi dengan pembai’atan Abu Bakar, namun Allah telah melindungi dari keburukannya.Sementara itu tiada di antara kalian seseorang yang manusia melakukan perjalanan jauh untuknya sebagaimana terjadi pada diri Abu Bakar.Barangsiapa membaiat seseorang tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin, niscaya ia tidak boleh dibaiat dan tidak pula orang yang ia bai’at, dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”

Kemudian Umar mengulanginya dengan mengatakan di akhir khutbahnya:

فَمَنْ بَايَعَ رَجُلًا عَلَى غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنَ المُسْلِمِينَ، فَلاَ يُتَابَعُ هُوَ وَلاَ الَّذِي بَايَعَهُ، تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ

“Maka barangsiapa membaiat seseorang tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin, niscaya ia tidak boleh dibaiat dan tidak pula orang yang ia bai’at, karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”(HR. Bukhari no. 6830, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 7157-7158, Ahmad no. 391, Ad-Darimi no. 2322, dan Ibnu Hibban no. 414)

Dalam lafal yang shahih di dalam As-Sunan Al-Kubra karya imam An-Nasai bahwasanya Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata:

إِنَّهُ لاَ خِلاَفَةَ إِلاَّ عَنْ مَشُورَةٍ وَلاَ يُؤَّمَّرُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ.

“Sesungguhnya tiada kekhilafahan kecuali dengan melalui musyawarah (kaum muslimin) dan janganlah salah seorang di antara keduanya diangkat sebagai amir, karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”

Dalam lafal riwayat An-Nasai dalam kitab yang sama disebutkan:

وَإِنَّهُ لاَ خِلاَفَةَ إِلاَّ عَنْ مَشُورَةٍ وَأَيُّمَا رَجُلٍ بَايَعَ رَجُلاً عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ لاَ يُؤَمَّرُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ.

“Sesungguhnya tiada kekhilafahan kecuali dengan melalui musyawarah (kaum muslimin) dan siapapun seseorang membai’at orang lain tanpa melalui musyawarah kaum muslimin, maka janganlah salah seorang di antara keduanya diangkat sebagai amir, karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”

Imam Syu’bah bin Hajjaj berkata: “Saya bertanya kepada Sa’ad bin Ibrahim —yaitu salah satu perawi hadits tersebut—: “Apa makna karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh?” Maka ia menjawab: “Hukuman bagi keduanya salah seorang di antara keduanya tidak boleh diangkat sebagai amir.”

Makna karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh adalah sebagai kewaspadaan (antispasi) agar tidak dibunuh. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari berkata: “Maknanya adalah barangsiapa melakukan hal itu niscaya ia telah memperdaya dirinya sendiri dan kawannya dan mempertaruhkan keduanya untuk dibunuh.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 12/150)

Imam Abu Sulaiman Al-Khathabi berkata: “

Belum pernah sampai kepada kami dari para ulama Syam dan tidak pula dari para komandan mujahidin di Syam bahwa kalian meminta musyawah (pendapat) mereka tentang perkara Al-Baghdadi.

Jika kalian mengatakan bahwa musyawarah terjadi di antara kami para pengikutnya, maka demi Allah, kalian telah sangat mendekati kondisi Khawarij.Sampai-sampai aku mengingatkan kalian dengan Allah agar kalian tidak termasuk golongan Khawarij. Maka selamatkanlah diri kalian, selamatkanlah diri kalian! Apakah kalian sendiri umat Islam di negeri ini, sementara saudara-saudara kalian lainnya bukan umat Islam?

(dikutip dari perkataan syekh Dr. Ahmad bin Faris As-Salum, dari Rabithah Al-Ulama’ As-Suriyyin (Ikatan Ulama Suriah)

Sumber : Islamsyria.com
terjemah : arrahmah

follow rabithah ulama suriah

https://www.facebook.com/islamsyriaa?ref=profile

Tidak ada komentar:

Posting Komentar