Bumi selalu disebut dengan dunia, sehingga bila disebut dunia maka yang dimaksud adalah bumi, seperti penjuru dunia yang berarti penjuru bumi. Walaupun tak seindah Surga, tapi dunia sudah cukup indah untuk membuat hati siapapun nyaman tinggal di situ. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ
“Sesungguhnya dunia ini nikmat dan indah. Dan Allah SWT menjadikan kalian khalifah di dunia ini, maka Allah SWT memperhatikan bagaimana kalian beramal (di dunia ini).” [HR. Muslim]
Manusia identik dengan hawa nafsu, sedangkan hawa nafsu itu sama dengan penyakit badan yang cenderung mengganggu kepekaan panca indra, maka barangsiapa yang dikendalikan oleh hawa nafsunya iapun akan kehilangan kepekaan terhadap manis dan indahnya dunia, sehingga hidupnya dipenuhi dengan kegelisahan dan kesedihan. Keidentikan manusia dengan hawa nafsu kemudian merubah presepsi kebanyakan manusia terhadap dunia, seolah-olah dunia ini tempat keresahan dan kesusahan, sehingga sering kita dengar orang berkata: “Kalau nggak mau susah ya jangan hidup di dunia!” Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah bahwa dunia ini pada dasarnya menyenangkan, kemudian hawa nafsu mematikan kepekaan kebanyakan manusia sehingga mereka mudah gelisah walaupun keperluan hidup serba cukup.
Ketika hidup di dunia kemudian identik dengan kegelisahan dan kesedihan, maka Al-Qur’an menawarkan sebuah tip untuk lepas dari kegelisahan dan kesedihan itu. Ketika menceritakan proses turunnya Nabi Adam ke bumi yang kemudian dianggap sebagai tempat kesusahan, Allah SWT berfirman:
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Kami berkata: Turunlah kalian semua. Sungguh, nanti akan datang pada kalian sebuah petunjuk, barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.” [QS. Al-Baqarah : 38]
Yang dimaksud “kalian semua” adalah Nabi Adam, Siti Hawwa dan semua keturunan yang akan dilahirkannya. Maka yang dituju oleh firman Allah SWT ini adalah semua manusia. Maksud ayat ini adalah bahwa manusia dihadapkan pada kehidupan dunia yang dipenuhi dengan godaan hawa nafsu, sedangkan hawa nafsu menjebak manusia pada jeratan rasa cemas dan sedih; cemas akan masa depan dan sedih atas masa lalu. Namun Allah SWT menyediakan sebuah petunjuk agar manusia bisa selamat atau terlepas dari jebakan itu, petunjuk itu adalah Nabi dan syari’atnya, yang untuk manusia saat ini adalah Al-Qur’an.
SYARAT BAHAGIA DI DUNIA
Kebanyakan orang berlebihan didalam memberi syarat untuk menjadi orang yang sangat bahagia, setidaknya mereka mencatat harus berbadan sehat, banyak harta, jabatan tinggi dan keluarga besar yang menyenangkan. Ketahuilah bahwa semua itu adalah bagian utama dari rekayasa syetan. Mereka mau kita pesimis dari awal, maka mereka menggambarkan kebahagian dengan sesuatu yang banyak syarat dan susah dicapai. Padahal, syarat untuk selalu bahagia hanya dua saja, yaitu asal tidak cemas dan tidak sedih. Dalam keadaan apapun, baik sehat maupun sakit, kaya maupun miskin, berpangkat maupun menjelata, keluarga baik-baik maupun tidak sesuai harapan, asalkan tidak ada rasa cemas dan sedih maka nikmat dan indahannya dunia ini tidak kurang membuatnya bahagia.
Bukti bahwa kesehatan, kekayaan dan pangkat bukanlah syarat cukup untuk mencapai bahagia, adalah betapa banyaknya orang penting yang sehat dan kaya raya, tapi mereka susah untuk menikmati hidupnya, untuk bisa tidur pulas saja mereka harus mengkonsumsi obat tidur, bahkan ada diantara mereka yang ingin melupakan hidupnya dengan mengkonsumsi narkoba.
Bukti bahwa bahagia itu cukup asal tidak takut dan tidak sedih, adalah kita sendiri ketika dulu sebelum baligh. Seorang bayi sudah tertawa lebar hanya dengan gantungan mainan, seorang anak TK sudah sangat ceria hanya dengan bermain ayunan, seorang anak SD sudah sangat gembira hanya dengan bermain kelereng.
Jadi, untuk bisa bahagia dan gembira, kita hanya perlu “tidak cemas” dan “tidak sedih”, asalkan tidak cemas dan tidak sedih maka semua benda di dunia ini dapat menghibur hati kita.
PENYEBAB CEMAS DAN SEDIH
Syarat untuk bahagia cukup asal tidak cemas dan tidak sedih. Lalu bagaimana agar tidak cemas dan tidak sedih? Atau apa penyebab rasa cemas dan sedih? Maka ketahuilah bahwa virus yang menyebabkan rasa cemas dan sedih adalah dosa karena menuruti hawa nafsu, hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa manusia mulai mengenal rasa galau setelah mereka baligh, karena setelah baligh itulah mereka mulai mengenal dosa! Semakin banyak dosa semakin susah untuk menikmati dunia. Didepan orang lain, para pendosa bisa menutupi kegalauan mereka, tapi ketika sendiri menjelang tidur, begitu payahnya mereka ketika harus minum obat tidur agar bisa tidur, sebagian mereka bahkan ingin tidur untuk selamanya.
Orang yang terlanjur galau sehingga dunia terlihat suram di hatinya, sama dengan orang yang terlanjur sakit sehingga gula terasa pahit di lidahnya. Cara untuk mengembalikan wajah asli dunia yang menawan sama dengan cara mengembalikan rasa asli gula yang manis, yaitu berobat. Maka obat untuk hati yang tidak dapat menikmati indahnya dunia adalah taubat dari dosa, sedangkan untuk mempertahankan kepekaan hati terhadap indahnya dunia maka harus selalu mengikuti petunjuk Allah; Al-Qur’an.
Terlepas dari agama apa yang dianut, fakta membuktikan bahwa siapapun yang terlatih mengendalikan hawa nafsu maka ia lebih mudah mempertahankan kepekaan terhadap indahnya dunia, ia lebih mudah bersikap arif dalam kondisi apapun. Hanya saja, terlalu sulit pelatihan itu tanpa bimbingan agama. Dan dari sekian agama yang yang menawarkan konsep bimbingan, Islam dengan Al-Qur’annya terbukti sebagai pilihan yang paling peduli terhadap bimbingan ruhani.
Dikutip dari Buku
Inspirasi Al-Qur'an Vol 2
(Jadikan Hidupmu Surga)
Inspirasi # 45
Tadabbur Surat Al-Baqarah [2] : ayat 38