Kamis, 19 Oktober 2017

Diskusi Nahwu

Di dapur pondok, terjadi diskusi nahwu antara Kang Subhan Bae Lah (KSBL) melawan Santri Sitinggil (SS).

KSBL : “Kang Santri Sitinggil, ismun itu kalimah apa?”

SS : “Kalimah isim.”

KSBL : “Pinter Sampeyan. Nilai seratus. Lha, kalau fi’lun itu kalimah apa?”

SS : “Kalimah fi’il.”

KSBL : “Salah. Nilai nol.”

SS : ”Saya ngaji jurmiyah, khatam 15 kali, dari dulu sampai sekarang, fi’lun ya kalimah fi’il.”

KSBL : “Sudah dibilang salah, ya tetap salah. Fi’lun itu juga kalimah isim, lha wong dibelakangnya ada tanwin. Ingat kata Imam Dawud As-Shonhaji, “Fal ismu yu’rofu bilkhofdli wattanwiini wadukhuulil alifi wallaami wakhuruufil khofdli. Hehehe..

SS :”Asem kowe. Tek jewer kupingmu. Ngerjani wong tuwa.”

KSBL : “Hahaha… 1-0, untuk kemenangan KSBL. Ada orang tua kena tipu. Xixixixii…“

Setelah mneyedot rokok sufi yang terbuat dari mbako padud serta nyruput kopi keron bin intip, akhirnya SS mengajukan pertanyaan kepada KSBL. Beginilah dialog mereka:

SS :”KSBL, lafal Jakarta itu isim apa fi’il?”

KSBL :”Lha, pertanyaan seperti itu kok ditanyakan. Jelas isim.”

SS : ”Salah banget. Yang betul fi’il”

KSBL : “Kang Santri Sitinggil sampeyan khatam jurmiyah 15 kali, lha kok menurut sampeyan Jakarta itu kalimah fi’il, padahal jelas, Jakarta itu nama kota, itu isim ‘alam, bagian dari isim ma’rifat. Ingat kata Imam Syarofuddin Yahya Al-Imrithi: “Tsaanil ma’arifis syahiiru bil ‘alam # Kaja’farin wamakkata wakalharom.”

SS : “Dengarkan saya. Jakaro, jakaroo, jakaruu, jakarot, jakarotaa, jakarna, Jakarta…….. Nah kan. Jakarta itu fiil madli mabni ma’lum. Xixixixi.

KSBL :”Hahaha… Wong tua ana-ana bae (orang tua, ada-ada saja). Okelah, kita impas. 1-1. Join rokonya dong Kang.”

SS :”Sak sedotan ya. Hahaha… E, finalnya kapan ini?”

Selasa, 17 Oktober 2017

Menasihati Penguasa

Pilih Nasehat Machiavelli atau al-Ghazali?

Banyak sudah para pemikir klasik yang memberi nasehat kepada penguasa. Kita mengenal Nicolo Machiavelli (1469-1527) yang menulis buku The Prince berisikan saran-saran bagaimana mendapat dan mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara: berbohong, memfitnah, bahkan menghabisi lawan politiknya. Terjadi pro-kontra mengenai karya Machiavelli ini. Yang jelas karya ini membuka kedok betapa menggiurkannya kekuasaan itu bagi yang mencari atau hendak mempertahankannya.

Sekitar 3 abad sebelum Machiavelli, Imam al-Ghazali telah lebih dulu menuliskan nasihatnya untuk penguasa. Berbeda dengan Machiavelli yang menyarankan untuk menghalalkan segala cara dan menafikan moralitas dalam kekuasaan, Imam al-Ghazali menekankan pesan keadilan kepada para penguasa. Yang menakjubkan beliau lebih dahulu mengkritik para ulama sebagai biang kerusakan rakyat dan penguasa. Paling tidak dua kali beliau menyebutkannya dalam kitab Ihya Ulum al-Din

Ihya Juz 2 halaman 238
ما فسدت الرعية إلا بفساد الملوك وما فسدت الملوك إلا بفساد العلماء

"Tidaklah terjadi kerusakan rakyat itu kecuali dengan kerusakan penguasa, dan tidaklah rusak para penguasa kecuali dengan kerusakan para ulama."

Ihya Juz 2 halaman 357

‎ففساد الرعايا بفساد الملوك وفساد الملوك بفساد العلماء وفساد العلماء باستيلاء حب المال والجاه ومن استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على الأراذل فكيف على الملوك والأكابر والله المستعان على كل حال

"Maka kerusakan rakyat itu karena kerusakan penguasa, dan rusaknya penguasa itu karena rusaknya para ulama. Dan rusaknya para ulama itu karena kecintaan pada harta dan kedudukan. Sesiapa yang terpedaya akan kecintaan terhadap dunia tidak akan kuasa mengawasi hal-hal kecil, bagaimana pula dia hendak melakukannya kepada penguasa dan perkara besar? Semoga Allah menolong kita dalam semua hal."

Imam al-Ghazali melakukan introspeksi kepada dirinya dan para sejawatnya: sudahkah para ulama menjalankan fungsi dengan benar sehingga tidak rusak penguasa dan rakyat?

Dalam kitab al-Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk, terhadap penguasa Imam Ghazali menasehati dengan mengutip riwayat Nabi: "Keadilan penguasa meski hanya satu hari lebih aku senangi ketimbang beribadah selama 70 tahun".  Imam Ghazali mengutip sejumlah hadits Nabi soal keadilan penguasa hingga tibalah beliau menulis sesuatu yang sangat mengejutkan (halaman 44):

‎والسلطان العادل من عدل بين العباد، وحذر من الجور والفساد، والسلطان الظالم شؤم لا يبقى ملكه ولا يدوم، لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (الملك يبقى مع الكفر ولا يبقى مع الظلم) . وفي التواريخ أن المجوس ملكوا العالم أربعة آلاف سنة وكانت المملكة فيهم وإنما دامت المملكة بعدلهم في الرعية، وحفظهم بالسوية، وإنهم ما كانوا يرون الظلم والجور في دينهم وملتهم جائز وعمروا بعدلهم البلاد، وأنصفوا العباد. وقد جاء في الخبر أن الله جلّ ذكره أوحى إلى داود عليه السلام أن آنْهِ قومك عن سب ملوك العجم فإنهم عمروا الدنيا وأوطنوها عبادي. فينبغي أن تعلم أن عمارة الدنيا وخرابها من الملوك فإذا كان السلطان عادلاً عمرت الدنيا وأمنت الرعايا كما كانت عليه في عهد أزدشير وأفريدون وبهرام كور وكسرى أنو شروان. وإذا كان السلطان جائراً خربت الدنيا كما كانت في عهد الضحاك وافراسيان وبرزدكنها الخاطىء وأمثال هؤلاء، وهكذا إلى أن استولى أهل الإسلام وغلبوا العجم وأزاحوهم عن بلادهم وعن الملك وقويت دولة دين الإسلام، ببركة نبينا محمد عليه الصلاة والسلام، وذلك في عهد خلافة عمر بن الخطاب رضي الله عنه.

"Penguasa adil itu yang memberikan keadilan dan kepada sesama hamba dan tidak melakukan hal sebaliknya, karena penguasa zalim tidak akan bertahan lama berdasarkan Hadits Nabi: "kekuasaan itu bertahan bersama kekufuran tapi TIDAK bersama kezaliman"."

"Dalam sejarah tercatat bahwa Majusi bertahan selama 4 ribu tahun menguasai dunia. Ini karena mereka mempertahankan keadilan bersama rakyatnya. Sistem keagamaan mereka tidak membolehkan kezaliman dan melalui keadilan mereka mengembangkan peradaban dan kesejahteraannya."

"Dalam satu riwayat Allah berfirman kepada Nabi Daud: "Wahai Daud, beritahu bangsamu untuk tidak bicara hal-hal negatif tentang Persia. Merekalah yang membangun peradaban dunia hingga hambaKu bisa hidup di dalamnya"."

"Anda mesti paham bahwa maju atau mundurnya itu tergantung penguasa; kalau penguasa adil maka semuanya nyaman dan aman seperti yang terjadi pada masa Raja Azdasyir, Afridun, Bahram Kur, Kisra dan Raja lainnya yang seperti mereka. Namun di tangan penguasa zalim yang terjadi kebalikannya  seperti bisa kita lihat pada masa Dahhak dan Afrasiyan. Maka kekuasaan negeri Islam kemudian menaklukkan Persia dengan barakah Nabi Muhammad, pada masa Khalifah Umar bin Khattab."

Saya ingin akhiri dengan kutipan kisah menarik ini yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali dalam Al-Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk halaman 20:

حضر بعض الزهاد بين يدي خليفة، فقال له: عظني فقال: يا أمير المؤمنين إني سافرت الصين وكان ملك الصين قد أصابه الصمم وذهب سمعه فسمعته يقول يوماً وهو يبكي: والله ما أبكي لزوال سمعي وإنما أبكي لمظلوم يقف ببابي يستغيث فلا أسمع استغاثته، ولكن الشكر لله إذ بصري سالم. وأمر منادياً ينادي ألا كل من كانت له ظلامة فليلبس ثوباً أحمر. فكان يركب الفيل فكل من رأى عليه ثوباً أحمر دعاه واستمع شكواه وأنصفه من خصمائه. فانظر يا أمير المؤمنين إلى شفقة ذلك الكافر على عباد الله وأنت مؤمن من أهل بيت النبوة فأنظر كيف تريد أن تكون شفقتك على رعيتك.

"Sejumlah orang zuhud datang ke Khalifah yang meminta saran dari mereka. Salah seorang berkata: "Wahai Amirul Mu'minin, saya pernah mengunjungi negeri Cina. Raja mereka menjadi tuli pendengarannya dan Raja sangat bersedih. Namun Raja Cina ini berkata bahwa "aku bersedih bukan karena hilangnya pendengaranku, tapi boleh jadi ada pencari keadilan yang dizalami yang berhenti di depan pintu istanaku tapi aku tidak bisa mendengarnya. Tapi syukurlah mataku masih bisa melihat."

"Kemudian Raja memberi perintah siapa yang hendak protes atas kezaliman yang menimpanya harus memakai baju merah (agar diketahui oleh Raja).  Raja kemudian blusukan menemui rakyatnya dengan mengendarai gajah, dan menemui mereka yang berbaju merah."

"Orang zuhud yang bercerita kisah ini kepada Khalifah kemudian berkata: "Wahai Amirul Mu'minin, ini tindakan bijak penguasa kafir kepada rakyatnya, bagaimana dengan anda yang orang beriman dan keturunan Nabi Muhammad? Sudahkan anda memperhatikan rakyat anda?"

Maaf, anda jangan marah sama saya kenapa Imam al-Ghazali justru menjadikan contoh penguasa adil itu dari golongan orang kafir baik di Persia maupun di Cina. Saya hanya mengutip apa adanya. Mari sama-sama kita ambil pelajaran saja. Ngaji itu lebih enak daripada ngomongin politik sambil ngomel gak karuan.

Jadi, pertanyaannya kita mau mengikuti nasehat Machiavelli yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan, atau mau mengikuti al-Ghazali yang menekankan prinsip keadilan dalam kekuasaan?

Tabik,

Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School

Minggu, 15 Oktober 2017

Hikmah diciptakan anjing

ﻛﺎﺷﻔﺔ ﺍﻟﺴﺠﺎ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺳﻔﻴﻨﺔ ﺍﻟﻨﺠﺎ : 23 ﺣﻜﻤﺔ: ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻋﺸﺮ ﺧﺼﺎﻝ ﻣﺤﻤﻮﺩﺓ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻠﻤﺆﻣﻦ ﺃﻥ ﻻ ﻳﺨﻠﻮ ﻣﻨﻬﺎ: ﺃﻭﻟﻬﺎ: ﻻ ﻳﺰﺍﻝ ﺟﺎﺋﻌﺎً ﻭﻫﺬﻩ ﺻﻔﺎﺕ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ. ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ: ﻻ ﻳﻨﺎﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﺇﻻ ﻗﻠﻴﻼً ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﺻﻔﺎﺕ ﺍﻟﻤﺘﻬﺠﺪﻳﻦ. ﺍﻟﺜﺎﻟﺜﺔ: ﻟﻮ ﻃﺮﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﻣﺎ ﺑﺮﺡ ﻋﻦ ﺑﺎﺏ ﺳﻴﺪﻩ ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺼﺎﺩﻗﻴﻦ. ﺍﻟﺮﺍﺑﻌﺔ: ﺇﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﻟﻢ ﻳﺨﻠﻒ ﻣﻴﺮﺍﺛﺎً ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺰﺍﻫﺪﻳﻦ. ﺍﻟﺨﺎﻣﺴﺔ: ﺃﻥ ﻳﻘﻨﻊ ﻣﻦ ﺍﻷﺭﺽ ﺑﺄﺩﻧﻰ ﻣﻮﺿﻊ ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺮﺍﺿﻴﻦ. ﺍﻟﺴﺎﺩﺳﺔ: ﺃﻥ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻳﺮﻯ ﺣﺘﻰ ﻳﻄﺮﺡ ﻟﻪ ﻟﻘﻤﺔ ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﺃﺧﻼﻕ ﺍﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ. ﺍﻟﺴﺎﺑﻌﺔ: ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﻃﺮﺩ ﻭﺣﺜﻲ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻓﻼ ﻳﻐﻀﺐ ﻭﻻ ﻳﺤﻘﺪ ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﺃﺧﻼﻕ ﺍﻟﻌﺎﺷﻘﻴﻦ. ﺍﻟﺜﺎﻣﻨﺔ: ﺇﺫﺍ ﻏﻠﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﻮﺿﻌﻪ ﻳﺘﺮﻛﻪ ﻭﻳﺬﻫﺐ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﺤﺎﻣﺪﻳﻦ. ﺍﻟﺘﺎﺳﻌﺔ: ﺇﺫﺍ ﺃﺟﺪﻱ ﻟﻪ ﺃﻱ ﺃﻋﻄﻲ ﻟﻪ ﻟﻘﻤﺔ ﺃﻛﻠﻬﺎ ﻭﺑﺎﺕ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﻘﺎﻧﻌﻴﻦ. ﺍﻟﻌﺎﺷﺮﺓ: ﺃﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﺳﺎﻓﺮ ﻣﻦ ﺑﻠﺪ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻟﻢ ﻳﺘﺰﻭﺩ ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﻤﺘﻮﻛﻠﻴﻦ ﺍﻧﺘﻬﻰ

HIKMAH :

Pada anjing terdapat pekerti / kebiasaan terpuji yg seyogyanya seorang mukmin tidak melepasnya : Pertama:

Dia senantiasa dalam keadaan lapar, dan ini merupakan sifat orang2 shalih.

Kedua:

Pada waktu malam dia hanya tidur sebentar, dan ini merupakan sifat orang2 yg ahli tahajjud.

Ketiga:

Andai pada suatu hari dia diusir seribu kali maka dia senantiasa di pintu rumah tuannya, dan ini merupakan sifat orang2 jujur.

Keempat:

Jika dia mati maka dia tidak meninggalkan warisan, dan ini merupakan tanda orang2 zuhud.

Kelima:

Dia merasa puas / rela atas bagiannya di bumi dg tempat yg paling rendah, dan ini merupakan tanda orang2 ridha.

Keenam:

Dia memandangi setiap orang yg melihatnya sehingga dilemparkannya sesuap makanan untuknya, dan ini merupakan akhlaq orang2 miskin.

Ketujuh:

Andai debu dilemparkan terhadapnya maka dia tidak marah dan tidak dengki, dan ini merupakan akhlaq para pecinta.

Kedelapan:

Apabila tempatnya dikuasai maka dia akan meninggalkan tempatnya dan berjalan ke tempat lain, dan ini merupakan sikap seorang pemuja.

Kesembilan:

Apabila dia diberi sesuap makanan maka dia memakannya dan senantiasa makan sesuap makanan, dan ini merupakan tanda orang2 yg qona'ah / menerima apa adanya.

Kesepuluh:

Apabila dia bepergian dari suatu daerah ke daerah lain maka dia tidak berbekal, dan ini merupakan tanda orang2 yg tawakkal.

Kamis, 12 Oktober 2017

Jangan meremehkan kebaikan sekecil apapun

Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah... barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akherat.

Jika engkau menjumpai batu kecil di jalan yang bisa menggangu jalannya kaum muslimin, maka singkirkanlah, barangkali itu menjadi penyebab dimudahkannya jalanmu menuju syurga.

Jika engkau menjumpai anak ayam terpisah dari induknya, maka ambil dan susulkan ia dengan induknya, semoga itu menjadi penyebab Allah mengumpulkan dirimu dan keluargamu di surga.

Jika engkau melihat orang tua membutuhkan tumpangan, maka antarkanlah ia... barangkali itu mejadi sebab kelapangan rezekimu di dunia.

Jika engkau bukanlah seorang yang mengusai banyak ilmu agama, maka ajarkanlah alif ba' ta' kepada anak2 mu, setidaknya itu menjadi amal jariyah untukmu.. yang tak akan terputus pahalanya meski engkau berada di alam kuburmu.

JIKA ENGKAU TIDAK BISA BERBUAT KEBAIKAN SAMA SEKALI, MAKA TAHANLAH TANGAN DAN LISANMU DARI MENYAKITI.... SETIDAKNYA ITU MENJADI SEDEKAH UNTUK DIRIMU.

Al-Imam Ibnul Mubarak Rahimahullah berkata:

رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ
“Berapa banyak amalan kecil, akan tetapi menjadi besar karena niat pelakunya. Dan berapa banyak amalan besar, menjadi kecil karena niat pelakunya”

Jangan pernah meremehkan kebaikan, bisa jadi seseorang itu masuk surga bukan karena puasa sunnahnya, bukan karena panjang shalat malamnya tapi bisa jadi karena akhlak baiknya dan sabarnya ia ketika musibah datang melanda

Rasulullah bersabda:

« لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ ».
“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun hanya bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum".(HR. Muslim)

Senin, 09 Oktober 2017

JANGAN GALAU, DUNIA INI INDAH

Bumi selalu disebut dengan dunia, sehingga bila disebut dunia maka yang dimaksud adalah bumi, seperti penjuru dunia yang berarti penjuru bumi. Walaupun tak seindah Surga, tapi dunia sudah cukup indah untuk membuat hati siapapun nyaman tinggal di situ. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ
“Sesungguhnya dunia ini nikmat dan indah. Dan Allah SWT menjadikan kalian khalifah di dunia ini, maka Allah SWT memperhatikan bagaimana kalian beramal (di dunia ini).” [HR. Muslim]

Manusia identik dengan hawa nafsu, sedangkan hawa nafsu itu sama dengan penyakit badan yang cenderung mengganggu kepekaan panca indra, maka barangsiapa yang dikendalikan oleh hawa nafsunya iapun akan kehilangan kepekaan terhadap manis dan indahnya dunia, sehingga hidupnya dipenuhi dengan kegelisahan dan kesedihan. Keidentikan manusia dengan hawa nafsu kemudian merubah presepsi kebanyakan manusia terhadap dunia, seolah-olah dunia ini tempat keresahan dan kesusahan, sehingga sering kita dengar orang berkata: “Kalau nggak mau susah ya jangan hidup di dunia!” Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah bahwa dunia ini pada dasarnya menyenangkan, kemudian hawa nafsu mematikan kepekaan kebanyakan manusia sehingga mereka mudah gelisah walaupun keperluan hidup serba cukup.

Ketika hidup di dunia kemudian identik dengan kegelisahan dan kesedihan, maka Al-Qur’an menawarkan sebuah tip untuk lepas dari kegelisahan dan kesedihan itu. Ketika menceritakan proses turunnya Nabi Adam ke bumi yang kemudian dianggap sebagai tempat kesusahan, Allah SWT berfirman:

قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Kami berkata: Turunlah kalian semua. Sungguh, nanti akan datang pada kalian sebuah petunjuk, barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.” [QS. Al-Baqarah : 38]

Yang dimaksud “kalian semua” adalah  Nabi Adam, Siti Hawwa dan semua keturunan yang akan dilahirkannya. Maka yang dituju oleh firman Allah SWT ini adalah semua manusia. Maksud ayat ini adalah bahwa manusia dihadapkan pada kehidupan dunia yang dipenuhi dengan godaan hawa nafsu, sedangkan hawa nafsu menjebak manusia pada jeratan rasa cemas dan sedih; cemas akan masa depan dan sedih atas masa lalu. Namun Allah SWT menyediakan sebuah petunjuk agar manusia bisa selamat atau terlepas dari jebakan itu, petunjuk itu adalah Nabi dan syari’atnya, yang untuk manusia saat ini adalah Al-Qur’an.

SYARAT BAHAGIA DI DUNIA

Kebanyakan orang berlebihan didalam memberi syarat untuk menjadi orang yang sangat bahagia, setidaknya mereka mencatat harus berbadan sehat, banyak harta, jabatan tinggi dan keluarga besar yang menyenangkan. Ketahuilah bahwa semua itu adalah bagian utama dari rekayasa syetan. Mereka mau kita pesimis dari awal, maka mereka menggambarkan kebahagian dengan sesuatu yang banyak syarat dan susah dicapai. Padahal, syarat untuk selalu bahagia hanya dua saja, yaitu asal tidak cemas dan tidak sedih. Dalam keadaan apapun, baik sehat maupun sakit, kaya maupun miskin, berpangkat maupun menjelata, keluarga baik-baik maupun tidak sesuai harapan, asalkan tidak ada rasa cemas dan sedih maka nikmat dan indahannya dunia ini tidak kurang membuatnya bahagia.

Bukti bahwa kesehatan, kekayaan dan pangkat bukanlah syarat cukup untuk mencapai bahagia, adalah betapa banyaknya orang penting yang sehat dan kaya raya, tapi mereka susah untuk menikmati hidupnya, untuk bisa tidur pulas saja mereka harus mengkonsumsi obat tidur, bahkan ada diantara mereka yang ingin melupakan hidupnya dengan mengkonsumsi narkoba.

Bukti bahwa bahagia itu cukup asal tidak takut dan tidak sedih, adalah kita sendiri ketika dulu sebelum baligh. Seorang bayi sudah tertawa lebar hanya dengan gantungan mainan, seorang anak TK sudah sangat ceria hanya dengan bermain ayunan, seorang anak SD sudah sangat gembira hanya dengan bermain kelereng.

Jadi, untuk bisa bahagia dan gembira, kita hanya perlu “tidak cemas” dan “tidak sedih”, asalkan tidak cemas dan tidak sedih maka semua benda di dunia ini dapat menghibur hati kita.

PENYEBAB CEMAS DAN SEDIH

Syarat untuk bahagia cukup asal tidak cemas dan tidak sedih. Lalu bagaimana agar tidak cemas dan tidak sedih? Atau apa penyebab rasa cemas dan sedih? Maka ketahuilah bahwa virus yang menyebabkan rasa cemas dan sedih adalah dosa karena menuruti hawa nafsu, hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa manusia mulai mengenal rasa galau setelah mereka baligh, karena setelah baligh itulah mereka mulai mengenal dosa! Semakin banyak dosa semakin susah untuk menikmati dunia. Didepan orang lain, para pendosa bisa menutupi kegalauan mereka, tapi ketika sendiri menjelang tidur, begitu payahnya mereka ketika harus minum obat tidur agar bisa tidur, sebagian mereka bahkan ingin tidur untuk selamanya.

Orang yang terlanjur galau sehingga dunia terlihat suram di hatinya, sama dengan orang yang terlanjur sakit sehingga gula terasa pahit di lidahnya. Cara untuk mengembalikan wajah asli dunia yang menawan sama dengan cara mengembalikan rasa asli gula yang manis, yaitu berobat. Maka obat untuk hati yang tidak dapat menikmati indahnya dunia adalah taubat dari dosa, sedangkan untuk mempertahankan kepekaan hati terhadap indahnya dunia maka harus selalu mengikuti petunjuk Allah; Al-Qur’an.

Terlepas dari agama apa yang dianut, fakta membuktikan bahwa siapapun yang terlatih mengendalikan hawa nafsu maka ia lebih mudah mempertahankan kepekaan terhadap indahnya dunia, ia lebih mudah bersikap arif dalam kondisi apapun. Hanya saja, terlalu sulit pelatihan itu tanpa bimbingan agama. Dan dari sekian agama yang yang menawarkan konsep bimbingan, Islam dengan Al-Qur’annya terbukti sebagai pilihan yang paling peduli terhadap bimbingan ruhani.

Dikutip dari Buku
Inspirasi Al-Qur'an Vol 2
(Jadikan Hidupmu Surga)
Inspirasi # 45
Tadabbur Surat Al-Baqarah [2] : ayat 38