MENGAPA KITAB-KITAB AQIDAH ASY'ARIYYAH YG DIAJARKAN DI PONDOK PESANTREN LEBIH MENGACU KEPADA PENDEKATAN 'AQLI (RASIONAL)... ?????
Kitab-kitab yg diajarkan di ponpes seperti Tijanud Darariy, Jawahirul Kalamiyyah, Fathul Majid, Kifayatul 'Awwam, Jawahirul Kalamiyyah, Ummu Barahin dll dalam memaparkan aqidah materinya lebih didasarkan dengan menggunakan argumen-argumen dan pendekatan rasional, jarang sekali melalui pendekatan tekstual, dimana pemaparan materinya berdasarkan dalil-dalil Al Quran dan hadis. Hal tersebut dikarenakan untuk menghadapi hujjah-hujjah dari golongan non muslim, seperti filosof, atheis, Yahudi, Kristen, dll, juga menghadapi aliran-aliran Islam di luar Ahlus Sunnah seperti Mu'tazilah yg sangat rasional, dimana sudah dimaklumi bahwa mereka menolak mentah-mentah Al Quran dan hadis (bagi Muktzilah, maka hadis sahih yg tidak sesuai dg kefahaman mereka, maka ditolak mentah-mentah, sedang Al Quran mereka palingkan dari maksud literalnya tanpa mengindahkan kaidah ilmiyyah dalam tafsir/takwilnya).
Kita diajarkan untuk berdialog dg orang lain sesuai dg kadar isi otak mereka :
كلموا الناس بقدر عقولهم
Berbicaralah kepada para manusia menurut kadar akal mereka....!!!
Lalu apa gunanya bagi mereka ucapan Allah berfirman, Nabi Saw bersabda begini begini, kalau mereka tidak/belum beriman kepada keduanya ??? Lalu apa kita harus mati kutu dan mendiamkan hujjah-hujjah mereka ???
Maka diperlukan argumentasi rasional yang kuat dan tidak bertentangan dengan kaidah dan prinsip-prinsip syariat yg dibawa oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dan jawaban serta solusi tanggap yg diambil oleh para ulama Asy'ariyyah adalah sebagaimana yg tertera di dalam kitab-kitab diatas. Sehingga Madzhab Asy'ariy yg dianut oleh Mayoritas umat Islam dari masa ke masa itu, tercatat sebagai madzhab yg kokoh dan selalu unggul dalam beragumentasi dan berdialog dalam masalah aqidah, baik berhadapan dg golongan di luar Islam maupun menghadapai sekte-sekte di luar Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Mereka terbukti mampu mengislamkan jutaan umat manusia di dunia dan mampu menyingkirkan sekte-sekte di luar ahlus sunnah yg pernah bercokol dan menjadi madzhab resmi di pemerintahan-pemerintahan Islam hingga sekarang.
Lalu ada sebagian kalangan (diantaranya adalah sekte Wahabi Salafi cabe-cabean) yg berpandangan negatif terhadap methode penalaran rasional dalam aqidah diatas (mereka menyebutnya dengan ilmu kalam yg identik dengan filasafat) dengan berasumsi bahwa argumen rasional tsb mengikuti mainstream dan manhaj filsof Yunani, bukan di dasarkan pada dalil-dalil Al Quran dan hadis. BENARKAH ??
Jawabannya tentu TIDAK BENAR. Asumsi negatif ini berawal dari ketidaktahuan mereka tentang pembagian ilmu kalam yg di cela oleh para ulama dan ilmu kalam yg dipuji oleh ulama, yaitu ilmu kalam yang membantu menegakkan hujjah sunnah dan agama. Sebagaimana kita ketahui dalam kisah-kisah Nabi jaman dahulu di dalam Al Quran, mereka berhadapan dg kaum yg tidak beriman, kaum atheis, paganis penyembah berhala, mereka menghadapinya justru dengan dalil-dalil rasional, bukan dalil- dalil naqli.
Jadi secara global, perbedaan antara ilmu kalam yg tidak dicela oleh ulama dan ilmu filsafat yg dicela oleh ulama meliputi tiga aspek sebagaimana karya ilmiyyah : methodologi (manhaj), karakter penelitian, obyek dan tujuan.
Dari sisi Manhaj dan karakter penelitian, para filosof membahas eksistensi Tuhan, para Malaikat dll hanya murni berlandaskan rasio. Jadi akal adalah acuan pokok dan harga mati bagi keyakinan mereka tanpa pertimbangan dan ikatan syariat sama sekali. Sedang para ulama ilmu kalam (tauhid) melakukan rekonsiliasi dan sinkronisasi antara rasio dan syariat. Mereka menempatkan akal sebagai perangkat untuk membuktikan kebenaran syariat bukan menjadikan akal berkedudukan sebagai fondasi bagi aqidah.
Dari segi obyek (maudhu') materi yg dikaji oleh para ulama ilmu kalam adalah keyakinan (aqidah) yg bisa diterima atau sesuai dg syariat, jadi aqidah yg memang sudah diterima oleh syariat itulah yg dianggap sebagai suatu aksioma yg menjadi titik permulaan kajian. Sedang para filosof memulai kajiannya dari hal-hal aksioma, karena dalam asumsi mereka, kebenaran itu masih sangat relatif, misterius dan belum pasti ketika memulai kajian, bahkan tidak jarang ada ungkapan tidak ada kata final walaupun pasca kajian. Oleh karena itu mereka membuat perangkat rasional yg mungkin terjadi untuk menelusuri kebenaran versi mereka.
Dari sisi Tujuan, Ahli ilmu kalam memiliki tujuan konkrit yaitu memperkokoh akidah agama, menegakkan sunnah dan menghancurkan pondasi akidah kaum non agamis maupun ahli bid'ah. Sedang para filosof belum jelas tujuannya, mereka hanya mencari dan meneliti kebenaran dari sisi rasionalis yg relatif dan terbatas, seperti apapun bentuknya.
BEDA KHAN ?????
Walohu A'lam.........
By: Dodi Elhasyimi