Sabtu, 01 November 2014

Terjamahan bebas Matan Sanuusiyyah



MUQODIMAH ILMU TAUHID

1. Definisinya, secara bahasa adalah Pengetahuan bahwa sesuatu  itu satu. Secara syara’ adalah Pengetahuan untuk bisa menguasai penetapan aqidah-aqidah agama, yang didapat dari dalil-dalilnya yang bersifat keyakinan.
2. Obyek kajiannya adalah Dzat Alloh dan Dzat rosul-rosul-Nya (tentang hal-hal yang  wajib, mustahil dan jaiz), hal-hal yang mungkin/mumkin sebagai perantara untuk menuju keyakinan adanya pencipta, dan hal-hal yang didengar/sam’iyyat/riwayat-riwayat (tentang keyakinan akan hal-hal itu).
3. Buah hasil ilmu tauhid adalah Ma’rifatulloh (mengetahui Alloh) dengan bukti-bukti pasti, dan beruntung dengan kebahagiaan abadi.
4. Keutamaannya adalah merupakan ilmu syara’ yang paling mulia, karena berhubungan dengan Dzat Alloh dan rosul-rosul-Nya, serta yang bersangkut paut dengan itu semua.
5. Pelopor pembuat ilmu tauhid : Abu Hasan Al-Asy’ariy (Bashroh, 874-935 M) dan Abu Mansur Al-Maturidiy (Samarkand, wafat 944 M).
6. Hukum mempelajarinya : wajib ‘ain bagi setiap orang mukallaf, lelaki maupun perempuan.
7. Masalah-masalahnya : Aturan-aturan atau hukum yang membahas hal-hal yang  yang wajib, mustahil dan jaiz.


HUKUM AQLIY

Hukum secara akal teringkas jadi tiga :
1. Wujub. Wajib adalah sesuatu yang  ketiadaannya tidak tergambar (tak bisa diterima) oleh akal, misal manusia itu pasti akan mati, akal tidak menerima adanya manusia yang tidak akan mati alias abadi.
2. Istikhalah. Mustahil adalah sesuatu yang adanya itu tidak tergambar oleh akal, misal mustahil manusia akan hidup terus, akal tidak menerima adanya manusia yang hidup terus.
3. Jawaz. Jaiz adalah sesuatu yang ada dan tidak adanya, itu sah/benar menurut akal, misal manusia itu bisa berumur 82 tahun, adanya manusia yang umurnya mencapai 82 tahun, atau tidak berumur 82 tahun, itu bisa diterima oleh akal.

SIFAT WAJIB BAGI ALLOH SWT

Orang mukallaf secara syara’ wajib mengetahui hal-hal yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Alloh dan rosul-rosul-Nya. Termasuk hal yang wajib (pasti) bagi Alloh adalah 20 sifat yang terbagi sebagai berikut :
A. Sifat Nafsiyyah
    1.   Wujud (ada)
 B. Sifat Salbiyyah
2         Qidam (dahulu tanpa permulaan)
3         Baqo’ (kekal abadi)
4         Mukholafatul lil khawadits (berbeda denga makhluq)
5         Qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri), tidak membutuhkan tempat dan pembuat (yang mewujudkan)
6         Wahdaniyyah (satu Dzat, sifat dan tindakan-Nya)

C. Sifat Ma’aniy
7.       Qudroh (kuasa)
8.       Irodah (berkehendak)
Qudroh dan Irodah berta’aluq dengan segala sesuatu yang mungkin adanya (mumkinat)
9.       ‘Ilmu (mengetahui)
Berta’aluq dengan segala yang wajib (pasti), jaiz dan mustahil.
10.    Hayat (hidup)
Tidak berta’aluq dengan sesuatupun
11.    Sama’ (mendengar)
12.    Bashor (melihat)
Sama’ dan Bashor berta’aluq dengan segala sesuatu yang ada (maujud)
13.    Kalam (berfirman)
Berbicara tanpa dengan huruf dan suara. Kalam berta’aluq dengan segala yang wajib (pasti), jaiz dan mustahil.
Ta’aluq adalah tuntutan sifat terhadap suatu tambahan pada dzat (yang mempunyai sifat itu), sesuai dengan sifat itu. Misal melihat, menuntut adanya barang yang dilihat, nah tuntutan/hubungan antara melihat (sebagai sifat) dengan barang yang dilihat (sebagai tambahan bagi dzat yang melihat), itulah ta’aluq. Berbeda dengan hidup, yang tidak menuntut tambahan lain selain pada dzat yang hidup itu sendiri, sehingga hidup itu tak mempunyai ta’aluq.

D. Sifat Ma’nawiyyah
Merupakan sifat-sifat yang sangat erat hubungannya (mulazimah) dengan tujuh sifat Ma’aniy sebelumnya. Alloh bersifat kuasa (Qudroh), maka keadaan Alloh itu pasti Dzat yang maha berkuasa (Qoodir) dan seterusnya.
14.  Adanya Alloh itu Dzat yang berkuasa (Qoodir)
15.  Adanya Alloh itu Dzat yang berkehendak (Muriid)
16.  Adanya Alloh itu Dzat yang mengetahui (‘Aalim)
17.  Adanya Alloh itu Dzat yang hidup (Hayyun)
18.  Adanya Alloh itu Dzat yang mendengar (Samii’)
19.  Adanya Alloh itu Dzat yang melihat (Bashiir)
20.    Adanya Alloh itu Dzat yang berfirman (Mutakallim)


SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLOH SWT

Termasuk hal yang mustahil bagi Alloh adalah 20 sifat kebalikan dari 20 sifat wajib sebelumnya, yakni :
1.    ‘Adam (tiada)
2.    Khuduts (baru)
3.    Fana’ (rusak, menjadi tiada)
4.    Mumatsalatul lil khawadits (sama dengan makhluq). Misal :
-       Berupa jirm (materi benda) yang butuh tempat kosong
-       Berupa ‘irdh (sifat/tabiat/kelakuan) yang menempel pada jirm
-       Berada di arah suatu jirm
-       Mempunyai arah (di atas, di kiri, di selatan dsb.)
-       Dibatasi oleh ruang dan waktu
-       Dzat-Nya disifati dengan hal-hal yang baru
-       Disifati dengan kecil atau besar
-       Mempunyai tujuan-tujuan dengan tindakan dan hukum-hukum-Nya. Jadi dalam penciptaan manusia dan adanya perintah kewajiban sholat, Alloh tidak mempunyai tujuan-tujuan tertentu misal supaya mereka menyembah dan ingat kepada Alloh. Namun semua itu mempunyai hikmah sehingga tidak sia-sia penciptaannya.
5.    Ihtiyajuhu lighoirih (tidak berdiri sendiri, butuh yang lain), misal berupa sifat yang ada pada satu tempat, atau membutuhkan pembuat (yang mewujudkan).
6.    Ta’adud (berbilangan, berjumlah, tidak esa). Misal :
-       Dzatnya mempunyai kembaran yang lain
-       Benda-benda yang ada itu mempunyai peran dalam menyebabkan sesuatu disamping Alloh sendiri. Jadi api itu tidak menyebabkan terbakar, pisau itu tidak menyebabkan terpotong, dan makanan itu tak menyebabkan kenyang, yang menyebabkan (muatstsir) itu semua adalah Alloh sendiri.
7.    ‘Ajz (lemah) dari segala yang mungkin (mumkin).
8.    Karohah (terpaksa). Mustahil Alloh menjadikan satu bagian alam disertai rasa terpaksa atas terjadinya hal itu, dengan kata lain tanpa menghendakinya, atau menjadikannya karena lupa, karena sebab tertentu atau karena watak tabiatnya.
9.    Jahl (bodoh, tidak mengetahui) terhadap segala yang ma’lum.
10. Maut (mati)
11. Shomam (tuli)                                         16.  Jaahil (Dzat yang bodoh)
12. ‘Amaa (buta)                                          17.  Mayyit (Dzat yang mati)
13. Bukm (bisu)                                             18.  Ashomm (Dzat yang tuli)
14. ‘Aajiz (Dzat yang lemah)                     19.  A’maa (Dzat yang buta)
15. Kaarih (Dzat yang terpaksa)
20. Abkam (Dzat yang bisu)

SIFAT JAIZ  BAGI ALLOH SWT

Sifat Jaiz (wenang) Alloh adalah fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu, melakukan segala sesuatu yang mungkin atau meninggalkannya. Alloh bebas menciptakan seseorang itu besar, gemuk, tinggi, hitam, kaya dan pandai, atau tidak seperti itu.

BUKTI-BUKTI SIFAT WAJIB DAN JAIZ ALLOH

Wujud (ada)
Bukti wujudnya Alloh swt adalah barunya alam (baru muncul/ada dari yang sebelumnya tidak ada), karena seandainya tidak ada yang menjadikan alam, tapi alam terwujud dengan sendirinya, maka akan terjadi suatu kesamaan antara ada dan tiada atau keunggulan salah satunya tanpa ada sebab yang mengunggulkannya, dan itu mustahil. Gambarannya, ada sebuah timbangan yang kanan-kirinya terdapat benda yang sama berat, tiba-tiba yang kiri turun ke bawah (lebih berat) tanpa ada sebab yang mendorongnya, baik kejatuhan benda lain, dihembus angin atau ditekan dengan tangan, bukankah itu mustahil ?. Jadi mustahil adanya benda baru, dari yang tadinya tiada, menjadi ada, tanpa ada yang membuatnya, sehingga setiap benda baru pasti ada penciptanya, yang menciptakannya dari tiada menjadi ada, dan yang menciptakannya itu pasti ada (wujud), karena sesuatu yang tidak ada, pasti tidak bisa mengadakan sesuatu.
Adapun bukti bahwa alam ini baru adalah, karena alam ini menetapi sifat-sifat baru (‘irdh), seperti bergerak dan diam, serta terdiri dari berbagai bentuk (ada hewan, tumbuhan, bebatuan dll). Sedang sesuatu yang tidak bisa terlepas dari sifat baru, pasti merupakan benda baru. Bukti bahwa ‘irdh (sifat, tabiat, kelakuan yang ada pada jirm) itu baru adalah terlihatnya perubahan-perubahan dari tiada menjadi ada, dan dari ada menjadi tiada, misal dari kecil (tidak besar) menjadi besar, dan dari putih (tidak hitam) menjadi hitam, atau sebaliknya.

Qidam (dahulu tanpa permulaan)
Bukti qidamnya Alloh adalah, seandainya Alloh tidak qidam, maka pasti Dia khaadits (baru), sehingga butuh yang mewujudkannya (membuatnya baru, mukhdits), akibatnya akan pasti akan terjadi daur (siklus) atau tasalsul (rantai).
Daur (lingkaran sebab akibat) ialah adanya masing-masing dari dua benda atau lebih, tergantung pada adanya yang lain. Berarti masing-masing terwujud sebelum sebabnya wujud. Ini jelas salah. Gambaran kemustakhilannya : Tuhan A dicipta oleh tuhan B, tuhan B dicipta oleh tuhan C, tuhan C dicipta oleh tuhan D, sedang tuhan D dicipta oleh tuhan A sendiri…, jadi tuhan A itu ada sebelum dzatnya sendiri ada, karena diciptakan oleh hasil ciptaannya sendiri, ini jelas-jelas salah.









               

                 = Ada tidaknya tergantung (dicipta oleh)

Tasalsul ialah keadaan berturut-turut dan susul-menyusulnya beberapa hal sejak zaman azali (tak ada permulaan), dan tak ada habis-habisnya. Gambaran kemustakhilannya : Tuhan 1 dicipta oleh tuhan 2, tuhan 2 dicipta oleh tuhan 3, tuhan 3 dicipta oleh tuhan 4, dan seterusnya tak terhingga. Ini jelas mustahil.









Baqo’ (kekal)
Bukti kekalnya Alloh adalah, seandainya Alloh tidak kekal maka Alloh pasti bersifat fana’ (rusak), yang artinya berpeluang menjadi tidak ada (‘adam), tapi ini mustahil, karena Alloh sendiri bersifat qidam (dahulu tanpa permulaan, tidak pernah menemui masa ketiadaan), dengan bukti yang telah lalu. Karena ketika tidak kekal, maka wujudnya Alloh adalah jaiz (bisa ada, bisa tiada), bukan wajib (pasti ada), sedang sesuatu yang jaiz adanya, pastilah baru.

Mukholafatul lilkhawadits (beda dengan mahluq)
Bukti Alloh berbeda dengan makhluq-Nya adalah, seandainya Alloh memiliki sifat-sifat makhluq, seperti berupa ‘irdh atau jirm, maka Alloh pastilah baru, sama seperti makhluq-makhluq itu. Hal ini mustahil dengan bukti dari sifat qidam dan baqo yang telah lalu.

Qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri)
Bukti Alloh berdiri sendiri adalah, seandainya Aloh membutuhkan tempat, maka Alloh pasti berupa sifat, padahal sifat itu tidak bisa disifati dengan sifat-sifat ma’aniy maupun ma’nawiyyah, sedang Alloh sendiri wajib (pasti) bersifat dengan kedua sifat-sifat itu, jadi Alloh pastilah bukan berupa sifat. Salah satu ciri esensi/sifat dan jasmani adalah membutuhkan sandaran atau tempat, seperti tubuh kita, warna, rasa dan lainnya. Seandainya Alloh membutuhkan mukhoshshish (penentu, yang mewujudkan), pastilah Alloh itu baru, bagaimana itu terjadi ?! padahal bukti Alloh itu  bersifat qidam dan baqo telah terang di depan.

Wahdaniyyah (esa)
Bukti bahwa Alloh itu Maha Esa adalah, seandainya Alloh tidak esa,pastilah alam ini tidak terwujud sama sekali, karena lemahnya Alloh sendiri ketika itu. Misal seandainya di situ ada dua tuhan, maka kemungkinan bisa terjadi perselisihan diantara keduanya, yang satu menghendaki menciptakan sesuatu, sedang yang lain malah menghendaki meniadakannya, maka ketika itu pasti keduanya lemah, karena tujuan keduanya tak mungkin terwujud secara bersamaan, karena mengadakan dan meniadakan adalah perbuatan yang saling berlawanan, tak terwujud pula tujuan salah satunya saja, karena hal itu menunjukkan lemahnya tuhan yang tujuannya tak terwujud, sedang kedua tuhan itu harus mempunyai sifat yang sama, sehingga hal itu pula menunjukkan kelemahan yang lainnya. Diriwayatkan bahwa Ibnu Rusydi pernah berkata : “ketika salah satu tujuannya terwujud, yang lain tidak, maka yang terwujud tujuannya itulah Tuhan yang sebenarnya (al-ilah)”.

Qudroh (kuasa), Irodah (berkehendak), ‘Ilmu (tahu) dan Khayat (hidup)
Bukti Alloh bersifat qudroh, irodah, ‘ilmu dan khayat adalah, seandainya Alloh tidak memiliki salah satu dari keempat sifat itu, maka pasti memiliki sifat kebalikannya, sehingga tidaklah tercipta seonggok makhluqpun. Maksudnya seandainya Alloh lemah (‘ajz), terpaksa (tak memiliki kemauan, karohah) atau bodoh (jahl), maka pastilah penciptaan alam tak akan terwujud. Seandainya Alloh mati (kebalikan dari khayat), maka pastilah tidak mungkin memiliki sifat yang 20 itu, karena syarat untuk memiliki kedua puluh sifat itu adalah harus hidup, sehingga pastilah alam ini tak akan bisa terwujud.

Sama’ (mendengar), Bashor (melihat) dan Kalam (berfirman)
Buktinya adalah al-Qur’an, sunah dan ijma’. Dan juga seandainya Alloh tidak bersifat sama’, bashor, dan kalam, maka pastilah bersifat kebalikannya (tuli, buta dan bisu), sedang sifat kebalikannya itu merupakan kekurangan-kekurangan yang pasti mustahil bagi Alloh yang maha sempurna.

Sifat Jaiz
Bukti bahwa melakukan hal-hal yang mungkin atau meninggalkannya adalah wenang bagi Alloh yaitu, seandainya melakukan hal itu adalah wajib secara akal atau mustahil secara akal, pastilah sesuatu yang mungkin itu berbalik menjadi wajib atau mustahil, dan itu tak masuk akal, bagaimana mungkin suatu hakikat berubah menjadi hakikat yang lain.

SIFAT-SIFAT WAJIB PARA ROSUL

1.       Shidhq (benar)
: Sesuainya khobar (informasi) dari mereka dengan kenyataan (realitas) yang ada. Ada tiga macam bentuk sidhq-nya :
1. benar dalam da’wah kerosulan (risalah) yang dibawanya
2. benar dalam dalam hukum-hukum yang mereka sampaikan dari Alloh
3. benar dalam ucapan yang berhubungan erat dengan masalah keduniaan, misal mengatakan Zaid telah datang, aku telah makan, aku membelinya dari Umar dsb.
Yangdimaksud disini adalah nomor 1 dan 2, sedang nomor 3 masuk amanah.

2.       Amanah (terpercaya)
: Tiadanya khianat mereka untuk melakukan perbuatan haram atau makruh
: Terjaganya jiwa-raga mereka dari perbuatan yang dilarang, baik haram maupun makruh.
: Sesuatu yang menancap dengan kuat (dimiliki) dalam hati yang mencegah pemiliknya melakukan hal-hal yang dilarang.
: Terjaga dari berbuat dosa (‘ishmah)

3.       Tabligh (menyampaikan)
: Menyampaikan apa (wahyu) yang diperintahkan pada mereka untuk disampaikan pada makhluq (umatnya).
    Ada tiga macam bentuk wahyu :
1. Apa yang wajib mereka sampaikan
2. Apa yang wajib mereka rahasiakan (simpan)
3. Apa yang mereka diberi pilihan antara disampaikan atau disimpan, terserah.

4.       Fathonah (cerdas)[1]
Para rosul pasti bersifat fathonah, yaitu cerdas dan waspada pikirannya, guna mendukung da’wah risalahnya.
Maksud wajib disini adalah tiada lepasnya sifat-sifat tersebut, meski dengan dalil syara’, karena wajibnya sfat amanah dan tabligh dengan dalil syara’ (naqliy), sedang wajibnya shidq dengan dalil akal (‘aqliy), walaupun mu’jizat yang sebagai tanda yang menunjukkan shidhq, itu berdasar adat kebiasaan (‘adiy).

SIFAT-SIFAT MUSTAHIL PARA ROSUL

1.       Kidzb (bohong)
: Tidak sesuainya informasi yang diberikan, dengan realitas yang ada.
2.       Khianat
: Melakukan tindakan (termasuk ucapan) yang dilarang baik haram maupun makruh, meski pernah diriwayatkan nabi pernah buang air kecil sambil berdiri, basuhan wudhu berkali-kali pernah dua kali-dua kali, karena itu untuk tasyri’ (memberi pelajaran syara’) dan menerangkan kebolehannya, dan tasyri’ seperti itu adalah wajib bagi beliau.
3.       Kitman (menyembunyikan)
: Merahasiakan (menyimpan) sesuatu yang diperintahkan untuk disampaikan, meskipun lupa. Karena mereka tidak boleh lupa terhadap hukum-hukum yang harus mereka sampaikan dari Alloh, walaupun dalam masalah lain mereka boleh lupa. Nabi sendiri pernah lupa untuk mengerjakan sholat, tetapi disebabkan kesibukan hatinya mengagungkan Alloh.
4.       Al-Ghoflah (lalai) & ‘Adamul Fathonah (tidak cerdas)

SIFAT JAIZ PARA ROSUL

Para rosul boleh memiliki atau melakukan kelakuan atau watak manusia biasa (al-a’roodh al-basyariyyah), yang tidak mengakibatkan berkurangnya martabat mereka yang luhur, misal sakit, lelah, makan, minum, mengantuk, tidur, beristri dan sebagainya.

BUKTI-BUKTI SIFAT WAJIB DAN JAIZ PARA ROSUL
1.    Shidhq
Buktinya adalah, seandainya mereka tidak benar, maka pastilah berdusta (kidzb) akan khobar Alloh, padahal Alloh telah membenarkan mereka dengan penurunan mu’jizat, sesuai dengan ayat : Shodaqo ‘abdii fii kulli maa yab-lughu ‘annii.
Mu’jizat : sesuatu yang keluar dari adat kebiasaan, bersamaan dengan tantangan da’wah risalah, tiada tertandingi.

Syarat-syarat mu’jizat :
1. Merupakan perbuatan Alloh atau yang serupa (meninggalkan perbuatan), supaya menggambarkan keadaannya sebagai pembenar dari Alloh bagi orang yang diberinya. Contoh perbuatan : keluarnya air dari celah-celah jejari Nabi. Contoh meninggalkan perbuatan : tidak terbakarnya nabi Ibrohim oleh api.
2. Merupakan sesuatu yang keluar dari adat kebiasaan, karena melemahkan seseorang tak akan terwujud kecuali dengan hal itu.
3. Munculnya dari tangan orang yang menda’wahkan kenabian, supaya dimengerti bahwa mu’jizat itu membenarkannya.
4. Bersamaan dengan da’wah, baik secara hakikat maupun hukumnya, karena mu’jizat merupakan saksi, sehingga tidak boleh sebelum adanya da’wah itu.
5. Sesuai dengan da’wah (pengakuan), maka yang tidak sesuai, tidak dihitung membenarkan, seperti terbelahnya gunung ketika pengaku rosul mengucapkan : mu’jizatku adalah terbelahnya lautan
6. Tidak malah mendustakan pengakunya, seperti ucapannya : mu’jizatku adalah berbicaranya batu ini, lalu batu itu berbicara bahwa orang itu tukang mengada-ada dan pendusta.
7. Tidak bisa ditandingi, kecuali oleh nabi yang semisalnya.
8. Keluarbiasaan-nya itu tidak terjadi ketika waktu rusaknya aturan adat kebiasaan, sehingga apa yang terjadi ketika hari kiamat tidak termasuk mu’jizat. Ini merupakan syarat tambahan dari sebagian ulama’

Sesuatu yang luar biasa yang keluar dari adat yang tidak memenuhi syarat di atas, tidak bisa disebut mu’jizat, tetapi dinamakan sbb :
1. irhaash atau ta’siis : suatu tanda dasar bagi kerosulannya, bila terjadi sebelum masa kerosulannya. Misal sebelum jadi nabi, nabi kita selalu dibayang-bayangi oleh awan.
2. karomah : suatu tanda kemuliaan yang berupa hal luar biasa yang muncul dari tangan seorang yang jelas kebaikan dan keadilannya (wali), tapi tidak mengaku rosul atau nabi. Misal riwayat karomah Sunan Bonang yang bisa merubah buah aren menjadi emas.
3. ma’unah : suatu pertolongan dari sisi Alloh yang berupa hal luar biasa yang muncul dari tangan seorang yang tidak dikenal keadaannya, tidak menampakkan kebaikan tidak pula kefasikan. Misal si Munir, santri yang kelihatannya biasa-biasa saja, terjun dari lantai tingkat empat, dan jatuh di lantai halaman pondok dalam keadaan segar bugar.
4. istidrooj : suatu tanda penghinaan dari Alloh yang berupa hal yang luar biasa yang muncul dari tangan seorang yang fasik, dalam arti bahwa Alloh meningkatkannya dengan menampilkan hal itu di tangannya, lantas dia berlarut-larut dalam kefasikan, sehingga bila Alloh mengambilnya, maka dia tidak dilepaskan-Nya (mati suu-ul khootimah), na’uudzu billaah min dzaalik.
5. ihaanah atau khidzlan : suatu tanda pendustaan dan penghinaan dari Alloh yang berupa yang berupa hal yang luar biasa pada tangan seoorang pembohong. Misal riwayat Musailamah al-Kadzdzab, yang mengaku menjadi rosul di masa Nabi saw, pernah meludahi mata seorang laki-laki dengan maksud mengobatinya, namun mata itu malah menjadi buta.
6. sihir : suatu keluarbiasaan yang muncul dari seseorang, yang bisa dipelajari oleh orang lain dan bisa ditandingi.

2.    Amanah dan Tabligh
Buktinya adalah, seandainya mereka berkhianat dengan melakukan keharaman dan kemakruhan, maka pastilah keharaman dan kemakruhan itu berbalik menjadi ketaatan (tho’ah) bagi mereka. Karena Alloh memerintah kita untuk mengikuti perkataan dan perbuatan mereka, sehingga Alloh tidak menyuruh mereka untuk melakukan keharaman maupun kemakruhan. Ini juga bisa dijadikan bukti sifat wajib tabligh.

3.    Fathonah
Buktinya ialah seandainya mereka lalai dan tidak cerdas, niscaya mereka tidak mungkin dapat mengemukakakan hujjah (bantahan) terhadap lawan bicara mereka dan tidak mungkin mampu berdebat dengan mereka untuk menanamkan kebenaran pada mereka, sampai mereka merasa puas. Apabila para rosul tidak cerdas, maka jelas bertentangan dengan tugas yang diberikan oleh Alloh , yaitu menunjukkan kepada mahluq tentang kebenaran.

4.    Sifat Jaiz
Bukti bahwa para rosul itu bersifat jaiz (boleh berperilaku seperti manusia biasa) ialah, disaksikannya realitas sifat-sifat itu pada diri mereka dan sifat-sifat itu tidak mencacatkan atau menjadikan manusia lari dari mereka, misal gila, ayan yang lama, kusta, sopak dan buta. Ada beberapa alasan mengapa mereka tetap boleh berperilaku seperti manusia biasa, diantaranya :
-       untuk melipatgandakan dan mengagungkan pahala yang mereka raih, seperti sakit.
-       untuk tasyri’ (memberi pelajaran hukum syari’at) agar umatnya tahu bahwa hal itu boleh dilakukan
-       untuk menurunkan/mewariskan masalah dunia kepada orang lain (keturunannya), seperti beristri.
-       sebagai peringatan betapa hina derajat dunia di sisi Alloh dan tidak ridhonya Alloh, dunia sebagai tempat balasan bagi para nabi dan wali-Nya, dengan melihat tingkah laku mereka atas masalah dunia.

MAKNA SYAHADAT TAUHID DAN SYAHADAT ROSUL

Makna dari keyakinan-keyakinan (‘aaqo-id) di atas, semuanya terkumpul dalam ucapan : laa ilaaha illal-lloh muhammadur rosuululloh. Penjelasannya sbb :
1.    Karena makna uluhiyyah (ketuhanan) adalah tidak butuhnya Tuhan (al-ilaah) dari segala sesuatu selain-Nya, dan butuhnya segala sesuatu selain-Nya kepada-Nya. Jadi makna laa ilaaha illal-lloh : Tiada dzat yang tidak membutuhkan segala sesuatu selain-Nya, dan tiada dzat yang segala sesuatu selain-Nya membutuhkan-Nya, selain Alloh swt.

2.    Adapun ketidakbutuhan (istighnaa’) Alloh swt. dari segala sesuatu selain-Nya, itu mewajibkan (memastikan) Alloh itu wujud (ada), qidam (dahulu), baqo (kekal), mukholafatul lil khawadits (beda dengan makhluq), qiyamuhu bi nafsih (berdiri sendiri) dan dibersihkan dari kekurangan-kekurangan. Dan masuk juga ke dalamnya sifat wajib sama’ (mendengar), bashor (melihat) dan kalam (berfirman), karena seandainya sifat-sifat ini tidak wajib bagi Alloh, maka pastilah Dia membutuhkan pembuat/pembaharu (muhdits), tempat, atau sesuatu yang menghilangkan kekurang-kurangan itu darinya.

3.    Dari ketidakbutuhan Alloh juga bisa diambil pengertian, bersihnya Alloh dari tujuan-tujuan (ghordh) pada perbuatan-perbuatan dan hukum-hukum-Nya. Andai tidak bersih, maka pasti membutuhkan sesuatu yang bisa menghasilkan tujuan-Nya. Bagaimana hal itu terjadi ? Padahal Alloh swt tidak membutuhkan sesuatu selain diri-Nya.

4.    Dari ketidakbutuhan Alloh juga bisa diambil pengertian bahwa Alloh tidak wajib melakukan sesuatu yang mumkin dan tidak wajib meninggalkannya, karena seandainya hal itu secara akal wajib, seperti memberi pahala, maka pastilah Alloh swt membutuhkan hal itu, supaya sempurna tujuan-Nya, padahal tidak wajib bagi Alloh swt kecuali sesuatu yang sempurna bagi-Nya. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh swt tidak butuh segala sesuatu selain-Nya!.

5.    Adapun butuhnya segala sesuatu selain-Nya kepada Alloh swt, maka itu mewajibkan (memastikan) Alloh bersifat hayat (hidup), qudroh (kuasa), irodah (berkehendak) dan ilmu (mengetahui), karena seandainya Alloh tidak bersifat seperti itu, maka tidaklah mungkin untuk bisa mewujudkan makhluq (khawadits) sedikitpun, sehingga tidak ada sesuatupun yang membutuhkan-Nya. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh-lah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, sangat membutuhkan-Nya.

6.    Dari butuhnya segala sesuatu selain-Nya pada-Nya, juga mewajibkan Alloh bersifat wahdaniyyah (esa), karena seandainya ada dzat kedua selain Alloh yang mempunyai sifat ketuhanan (uluhiyyah), maka pastilah tidak ada sesuatupun yang membutuhkan-Nya, karena lemahnya kedua dzat itu, ketika hal itu terjadi. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh-lah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, sangat membutuhkan-Nya.

7.    Dari butuhnya makhluq akan Alloh, juga bisa diambil pengertian bahwa tidak ada sesuatupun yang bisa memberi bekas (pengaruh, ta’tsiir) pada sesuatu yang mumkin, sedikitpun. Andai ada, maka pastilah bekas itu tidak membutuhkan Alloh swt, padahal Alloh adalah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, membutuhkan-Nya. Ketiadaan pemberian pengaruh/bekas pada sesuatu yang mumkin, itu terjadi bila kita mengira-ngirakan ada sesuatu (yang mumkin) yang bisa memberi bekas dengan wataknya (thob’iy). Sedang bila kita mengira-ngirakan sesuatu itu memberi pengaruh/bekas dengan suatu kekuatan yang ada padanya, yang berasal dari Alloh, sebagimana sangkaan banyak orang bodoh (kaum mu’tazilah), itu semua juga mustahil, karena ketika hal itu terjadi, maka Alloh jadi butuh suatu perantara (waasithoh) dalam penciptaan sebagian perbuatan-Nya. Dan itu semua batal, berdasar apa yang telah kita ketahui dari wajibnya ketidakbutuhan Alloh dari segala sesuatu selain diri-Nya.
                Sudah cukup jelaslah cakupan makna dari ucapan laa ilaaha illal-lloh, yang mengandung 3 macam hal yang wajib diketahui oleh orang mukallaf, yakni tentang sifat wajib, mustahil dan jaiz yang hak bagi Alloh swt.
8.    Adapun ucapan muhammadur-rosululloh, maka disitu masuk iman kepada nabi-nabi yang lain, malaikat, kitab-kitab samawiy, hari akhir, serta qodho dan qodar. Karena nabi Muhammad datang dengan membenarkan kesemuanya itu.

9.    Dari lafadz itu juga bisa diambil pengertian :
a.    wajibnya sifat shidhq bagi para rosul.
b.    mustahilnya sifat kidzb bagi mereka, jika tidak begitu maka mereka tidak akan menjadi rosul yang amanah bagi Alloh yang maha mengetahui hal-hal yang samar.
c.     mustahilnya mereka melakukan perbuatan yang dilarang, semuanya, karena mereka diutus supaya manusia tahu perkataan, perbuatan dan diam mereka, sehingga pasti tidak ada yang menentang perintah Alloh swt, karena Alloh telah memilih mereka dari semua mahluq, dan memberi mereka amanat atas rahasia wahyu-Nya.
d.    bolehnya mereka punya prilaku manusia umumnya (a’roodh al-basyariyyah), karena hal itu tidak membuat cacat kerosulan mereka dan ketinggian derajat mereka di sisi Alloh, bahkan semua itu malah menambah derajat dan kemuliaan mereka.

Jelas sudah makna kedua kalimah syahadat itu, dengan jumlah huruf yang sedikit, mampu mengumpulkan semua hal yang wajib diketahui oleh orang mukallaf, yakni keyakinan-keyakinan tentang iman pada Alloh dan utusan-utusan-Nya. Mungkin karena ringkasnya dan kemampuannya mencakup hal itu semua, maka syara’ menjadikannya sebagai terjemahan dari islam yang ada dalam hati, dan syara’ tidak menerima iman seorangpun, kecuali dengan kalimah syahadat itu. Oleh karenanya, sebaiknya orang yang berakal (‘aqil) memperbanyak mengucapkan kalimah syahadat sambil menghadirkan makna ‘aqo-id iman yang terkandung di dalamnya, sampai maknanya bercampur dengan darah dan dagingnya, sebab tak terbilang jumlah rahasia dan keajaiban/karomah akibat melaksanakan hal itu (memperbanyak dzikir), misal lancar rizkinya dan encer pikirannya.

Menurut imam Syafi’iy, tidak cukup ucapan : Allohu ahad Muhammadur-rosuul sebagai kalimah syahadat, akan tetapi disyaratkan :
1.    memakai lafadz Asyhadu
2.    tahu maknanya, meski secara garis besar. Sehingga seandainya ada orang non-arab diajari pelafadzan bahasa arab, lalu ia melafadzkan dua kalimah syahadat (syahadatain) itu, sedang ia tak tahu maknanya, maka belum dihukumi masuk islam.
3.    tertib/berurutan, syahadat tauhid dulu baru syahadat rosul. Jika terbalik, maka keislamannya belum sah.
4.    bersambung (terus-menerus) antara pelafadzan kedua syahadat itu. Jika setelah membaca syahadat tauhid dipisah oleh waktu yang lama, baru kemudian membaca syahadat rosul, maka keislamannya belum sah.
5.    yang mengucapkannya adalah orang mukallaf (baligh dan berakal). Sehingga islamnya anak kecil dan orang gila, itu tidak sah, kecuali karena mengikuti orang tua (tab’an).
6.    tidak terang-terangan secara dzohir melakukan sesuatu yang bisa menghapus keislamannya. Sehingga islamnya orang yang sedang sujud pada berhala, itu tidak sah.
7.    merupakan kemauannya sendiri (ikhtiar, pilihan pribadi, tidak dipaksa). Sehingga tidak sah islamnya orang yang dipaksa, kecuali bila ia termasuk golongan musuh (kharbiy) atau orang murtad, karena memaksa kedua golongan ini untuk masuk islam, adalah haq (dibenarkan).
8.    mengakui (iqroor) terhadap apa yang pernah ia ingkari, atau menarik kembali kebolehan suatu hal, apabila kufurnya sebab menentang sebagian ijma’ yang diketahui dari agama secara dhoruri (spontan, tanpa dipikir).

Akan tetapi qoul mu’tamad madzhab malikiy menyatakan, tidak disyaratkan seperti itu, tetapi berputar pada lafadz yang menunjukkan pengakuan (iqroor) bahwa Alloh itu Maha Esa, dan Muhammad itu Rosululloh.

Semoga Alloh  swt melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarga dan shahabatnya yang baik dan suci. Allohumma tsabbit qolbii ‘alaa diinik, Wal-hamdu lil-llaahi robbil ‘aalamiin…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar